Senin, 24 Agustus 2009

RENCANA KERJA STRATEGIS IDI MEMPAWAH

RENCANA KERJA STRATEGIS IKATAN DOKTER INDONESIA

CABANG KABUPATEN PONTIANAK PERIODE 2009 – 2012

RENCANA KERJA UMUM

1. Membina dan mengembangkan kemampuan profesi (advokasi kesehatan, profesi dan pelaku pengubah) bagi para anggota.

2. Memelihara dan membina terlaksananya sumpah dokter dan kode etik kedokteran Indonesia.

3. Meningkatkan mutu pendidikan profesi kedokteran, penelitian dan pengembangan ilmu kedokteran, serta ilmu-ilmu yang berhubungan dengan itu.

4. Memperjuangkan dan memelihara kepentingan serta kedudukan dokter di Kabupaten Pontianank pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya sesuai dengan harkat dan martabat profesi kedokteran.

5. Bermitra dengan pemerintah dalam pengembangan kebijakan dan dalam program-program kesehatan.

6. Membantu masyarakat dalam menjaga dan meningkatkan derajat kesehatannya.

7. Mengadakan hubungan kerjasama dengan badan-badan lain yang mempunyai tujuan yang sama atau selaras, pemerintah atau swasta, di dalam negeri atau di luar negeri.

8. Melaksanakan usaha-usaha untuk kesejahteraan anggota.

9. Melaksanakan usaha lain yang berguna untuk mencapai tujuan sepanjang tidak bertentangan dengan sifat dan dasar organisasi.

RENCANA KERJA KHUSUS

Bidang Etika Kedokteran

1. Melakukan tugas bimbingan, pengawasan dan penilaian dalam pelaksanaan etik kedokteran, termasuk perbuatan anggota yang melanggar kehormatan dan tradisi luhur kedokteran.

2. Memperjuangkan agar etik kedokteran dapat ditegakkan

3. Membina hubungan baik dengan majelis atau instansi yang berhubungan dengan etik profesi, baik pemerintah maupun organisasi profesi lain

Bidang Penelitian, Pengembangan dan Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan

1. Memfasilitasi kegiatan-kegiatan pendidikan keprofesian berkelanjutan secara berkala maksimal 3 bulan sekali seperti : pertemuan ilmiah dan pelatihan-pelatihan.

2. Melaksanakan penelitian 1 kali dalam satu tahun dan pengembangan keilmuan dan keprofesian kedokteran.

3. Membantu anggota dalam mendapatkan SKP

4. Mempersiapkan anggota untuk registrasi ulang STR.

Bidang Pengabdian Masyarakat

1. Mengadakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat satu kali dalam enam bulan dalam bidang kesehatan.

2. Membantu korban bencana alam

3. Memperingati Hari Bakti IDI setiap tahun

Bidang Kemitraan dan Kerjasama antar Organisasi

  1. Menjalin kerjasama ke pemerintahan daerah untuk membantu terlaksananya program kerja organisasi
  2. Menjalin kerjasama lintas organisasi kesehatan dan non kesehatan untuk membantu terlaksananya program kerja organisasi

Bidang Kesejawatan

  1. Memfasilitasi kegiatan-kegiatan rekreasi dan olahraga yang bersifat menjalin keakraban sesama teman sejawat, seperti pertandingan persahabatan, arisan IDI, dan lain-lain

.

Sabtu, 22 Agustus 2009

Pelayanan Konseling Dan Testing HIV/AIDS Di KLINIK VCT

PELAYANAN KONSELING DAN TESTING HIV/AIDS
DI KLINIK VCT SAHABAT RSUD dr. RUBINI MEMPAWAH
Oleh : dr. Muhammad Wahyu Utomo


I. PENDAHULUAN
Melihat tingginya prevalen masalah HIV/AIDS saat ini bukan hanya masalah kesehatan dari penyakit menular semata, tetapi sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang sangat luas. Oleh karena itu penangannan tidak hanya dari segi medis tetapi juga dari psikososial dengan berdasarkan pendekatan kesehatan masyarakat melalui upaya pencegahan primer, sekunder dan tertier. Salah satu upaya tersebut adalah deteksi dini untuk mengetahui status seseorang sudah terinfeksi HIV atau belum melalui konseling dan testing HIV/AIDS suka rela, bukan dipaksa atau diwajibkan. Mengetahui status HIV lebih dini memungkinkan pemanfaatan layanan- layanan terkait dengan pencegahan, perawatan,dukungan dan pengobatan lainnya.

Perubahan prilaku seseorang dari berisiko menjadi kurang berisiko terhadap kemungkinan tertular HIV memerlukan bantuan perubahan emosional dan pengetahuan dalam suatu proses yang mendorong nurani dan logika. Proses mendorong ini sangat unik dan membutuhkan pendekatan individu. Konseling merupakan salah satu pendekatan yang perlu dikembangkan untuk mengelola kejiwaan dan proses menggunakan pikiran secara mandiri.

Layanan konseling dan testing HIV/AIDS sukarela dapat dilakukan di sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya, yang dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.


II. Tujuan
Tujuan utama adalah mencegah penyebaran dan menurunkan angka kesakitan HIV/AIDS melalui meningkatkan pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS sukarela dan memberikan pengobatan dan perlindungan bagi klien.


III. KONSELING DAN TESTING HIV/AIDS SUKARELA (VCT)
Definisi Konseling dalam VCT
Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis,informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan prilaku yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memberikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS

Peran Konseling dan Testing Sukarela (VCT)
Konseling dan Testing Sukarela yang dikenal sebagai Voluntary Counselling and Testing (VCT) merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV/AIDS berkelanjutan.

Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat klien mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling, dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi oportunistik,dan obat anti retro vital (ARV).
VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien dengan bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan resiko terinfeksi HIV, mendapatkan informasi HIV/AIDS, mempelajari status dirinya dan mengerti tanggungjawab untuk menurunkan prilaku berisiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan meningkatkan prilaku sehat.
Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan, segera setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi dan resiko.

Prinsip Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT)
1. Sukarela dalam melaksaanakan testing HIV
Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien tanpa paksaan dan tampa tekanan. Keputusan untuk dilakukan pemeriksaan terletak ditangan klien. Testing dalam VCT bersifat sukarela sehingga tidak direkomendasikan untuk testing wajib pada pasangan yang akan menikah, pekerja seksual, IDU, rekrutmen pegawai / tenaga kerja Indonesia dan asuransi kesehatan.

2. Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas.
Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiaannya oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak diperkenankan didiskusikan diluar konteks kunjungan klien. Semua informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus klien selanjutnya dengan seijin klien maka informasi kasus dari diri klien dapat diketahui.

3. Mempertahankan hubungan relasi konselor – klien yang efektif
Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil testing dan mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk mengurangi prilaku beresiko. Dalam VCT dibicarakan juga respon dan perasaan klien dalam menerima hasil testing dan tahapan penerimaan hasil testing positif.

4. Testing merupakan salah satu komponen dari VCT
WHO dan Departemen Kesehatan RI telah memberikan pedoman yang dapat digunakan untuk melakukan testing HIV. Penerimaan hasil testing senantiasa diikuti oleh konseling pasca testing oleh konselor yang sama atau konselor lain yang disetujui oleh klien.

Model Pelayanan Konselig dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT)
Pelayanan VCT dapat dikembangkan diberbagai layanan terkait yang dibutuhkan, misalnya klinik Infeksi Menular Seksual (IMS), klinik Tuberkulosa (TB), Klinik Tumbuh Kembang Anak dan sebagainya. Lokasi layanan VCT hendaknya perlu petunjuk atau tanda yang jelas hingga mudah diakses dan mudah diketahui oleh klien VCT. Namun klinik cukup mudah dimengerti sesuai dengan etika dan budaya setempat dimana pemberian nama tidak mengundang stigma dan deskriminasi.

Layanan VCT dapat diimplementasikan dalam berbagai setting dan sangat bergantung pada kondisi dan situasi daerah setempat, kebutuhan masyarakat dan profil klien seperti individu atau pasangan, perempuan atau laki-laki, dewasa atau anak muda.

Model layanan VCT terdiri atas:
Mobile VCT ( Penjangkauan dan Keliling)
Layanan konseling dan testing HIV/AIDS Sukarela model penjangkauan dan keliling( mobile VCT ) dapat dilaksanakan oleh LSM atau layanan kesehatan yang langsung mengunjungi sasaran kelompok masyarakat yang memiliki prilaku berisiko atau berisiko tertular HIV/AIDS diwilayah tertentu. Layanan ini diawali dengan survey atau penelitian atas kelompok masyarakat diwilayah tersebut dan survey tentang layanan kesehatan dan layanan dukungan lainnya didaerah setempat.

Statis VCT (Klinik VCT tetap)
Pusat konseling dan testing HIV/AIDS Sukarela terintegrasi dalam sarana kesehatan dan sarana lainnya,artinya bertempat dan menjadi bagian dari layanan kesehatan yang telah ada. Sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya harus memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan konseling dan testing HIV/AIDS, layanan pencegahan, perawatan,dukungan dan pengobatan terkait dengan HIV/AIDS.

IV. PENUTUP
Demikianlah secara singkat fungsi klinik VCT di tengah masyarakat untuk menanggulangi masalah HIV/AIDS. Sehingga masyarakat dapat secara mudah mengakses agar dapat mencegah diri dari penularan infeksi HIV/AIDS dan penularan pada orang lain. Bila anda merasa beresiko tertular HIV/AIDS silahkan mendatangi Klinik VCT atau hanya untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan penyakit tersebut.

Jumat, 21 Agustus 2009

MENGENAL PENYAKIT TYPHUS

Sakit Typhus atau nama lainnya demam tifoid (typhoid fever), typhus abdominalis, enteric fever. Penyakit ini disebabkan salmonella typhi dan terdapat 3 spesies utama yaitu salmonella typhosa, salmonella choleraesius dan salmonella enteridis dan kuman ini hanya menyerang manusia.

Bretoneau (1813) melaporkan pertama kali tentang klinis dan anatomis dari demam tifoid. Cornwalls Hewett (1826) melaporkan perubahan patologisnya, Piere Louis (1829) memberikan memberikan nama typhos yang berasal dari bahasa yunani yang berarti asap/kabut, karena umumnya penderita sering disertai gangguan kesadaran dari yang ringan sampai berat. Pfeifer pertama kali menemukan kuman Salmonela daru feses penderita, kemudian dalam urine oleh Hueppe dan dalam darah oleh R. Neuhausss. Sedangkan diagnosis serelogis oleh Widal (1896).
Sampai saat ini penyakit typhus masih merupakan masalah kesehatan yang disebabkan kebersihan lingkungan yang tidak baik, meliputi penyediaan sumber air yang tidak memenuhi syarat kesehatan, tingkat sosial ekonomi dam juga tingkat pendidikan masyarakat.
Salmonella Typhi masuk ketubuh manusia bersama makanan dan minuman yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian masuk ke usus halus dan mencapai ke jaringan limfoid usus halus terutama jaringan plak peyer dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan keradangan dan kematian jaringan setempat kuman masuk ke dalam darah melalui pembuluh limfe menuju organ retikulo endothelial sistem (RES) terutama hati dan limpa. Ditempat ini sebagian kuman dimusnahkan oleh sel-sel fagosit RES dan sebagian lagi berkembang biak. Setelah masa inkubasi 5-9 hari kuman masuk kembali ke dalam darah dan menuju seluruh tubuh. Pada saat itu kuman mengeluarkan endotoksin yang merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang dan pusat termoregulator di hipotalamus sehingga terjadi demam.
Gejala-gejala klinis yang ditimbulkan penderita bervariasi. Dalam minggu pertama keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala, mual, muntah, diare, tidak bisa buang air besar. Pada minggu kedua dijumpai demam remiten, lidah yang kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor, pembesaran hati dan limpa, perut kembung disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai koma. Tanda Roseola jarang ditemukan pada orang Indonesia, Roseola sering dijumpai pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua. Roseola merupakan nodul kecil sedikit menonjol dengan diameter 2-4 mm berwarna merah pucat serta hilang pada penekanan. Roseola ini merupakan emboli kuman terutama terdapat di daerah perut, dan kadang di pantat dan flexor dari lengan atas.
Diagnosis dilakukan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium meliputi pembiakan darah, feses, urin, sumsum tulang maupun cairan duodenum. Pemeriksaan serelogis dengan menggunakan tes widal yaitu berdasarkan reaksi agglutinasi antara antigen kuman dengan antibodi pada serum penderita.
Komplikasi yang dijumapai yaitu komplikasi pada usus halus yaitu perdarahan, bocornya usus (perforasi) dan infeksi pada perut (peritonitis). Komplikasi diluar usus halus dapat terjadi pada organ jantung seperti infeksi pada miokardium jantung (miokarditis), pada organ paru seperti infeksi paru (pneumonia), pada organ hepar seperti hepatitis dan infeksi kandung empedu (kolelitiasis).pada organ ginjal seperti infeksi glomerulus (glomerulonefritis).
Pengobatan terdiri dari : 1. pemberian antibiotik untuk menghentikan dan memusnahkan kuman, 2. Istirahat bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan, 3. Diet dan terapi penunjang. Diberikan melihat kondisi penyakit, seperti pemberian diet bubur saring, bubur kasar, vitamin, mineral dan pada kasus bocornya usus halus (perforasi intestinal) dapat diberikan nutrisi parenteral total.
Perjalanan penyakit tergantung pada umur, keadaan umum, derajat kekebalan penyakit, jumlah dan virulensi salmonela, serta cepat dan tepatnya pengobatan.
Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu menjaga kebersihan lingkungan hidup, pendidikan kesehatan kepada masyarakat, menemukan dan mengobati karier (seseorang yang tidak menunjukkan gejala penyakit tetapi mengandung kuman salmonella di dalam eksretnya) dan imunisasi.
By. dr. Why